
Tauhid adalah Syarat Diterimanya Ibadah
Ada
permisalan yang sangat bagus mengenai syarat ibadah yang pertama yaitu
tauhid. Sebagaimana dikatakan oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab dalam
risalahnya yang berjudul Al Qawa’idul Arba’. Beliau rahimahullah
berkata, ”Ketahuilah, sesungguhnya ibadah tidaklah disebut ibadah
kecuali dengan tauhid (yaitu memurnikan ibadah kepada Allah semata,
pen). Sebagaimana shalat tidaklah disebut shalat kecuali dalam keadaan
thaharah (baca: bersuci). Apabila syirik masuk dalam ibadah tadi, maka
ibadah itu batal. Sebagaimana hadats masuk dalam thaharah.”
Maka
setiap ibadah yang di dalamnya tidak terdapat tauhid sehingga jatuh
kepada syirik, maka amalan seperti itu tidak bernilai selamanya. Oleh
karena itu, tidaklah dinamakan ibadah kecuali bersama tauhid. Adapun
jika tanpa tauhid sebagaimana seseorang bersedekah, memberi pinjaman
utang, berbuat baik kepada manusia atau semacamnya, namun tidak
disertai dengan tauhid (ikhlas mengharap ridha Allah) maka dia telah
jatuh dalam firman Allah yang artinya, ”Dan Kami hadapi segala amal yang
mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu bagaikan debu yang
beterbangan.” (Al Furqon : 23). (Abrazul Fawa’id)
Tanpa Tauhid, Amal Ibadah Tidaklah Bernilai
Syaikh
rahimahullah membuat permisalan yang sangat mudah dipahami dengan
permisalan shalat. Tidaklah dinamakan shalat kecuali adanya thaharah
yaitu berwudhu. Apabila seseorang tidak dalam keadaan berwudhu lalu
melakukan shalat yang banyak, memanjangkan berdiri, ruku’, dan sujudnya,
serta memperbagus shalatnya, maka seluruh kaum muslimin sepakat
shalatnya tidak sah. Bahkan dia dihukumi telah meninggalkan shalat
karena agungnya syarat shalat ini. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, ”Allah tidak akan menerima shalat seseorang di antara
kalian apabila dia berhadats sampai dia berwudhu.” (Muttafaqun ‘alaihi).
Sebagaimana
shalat dapat batal karena tidak adanya thaharah, maka ibadah juga bisa
batal karena tidak adanya tauhid di dalamnya. Namun syarat ikhlas dan
tauhid agar ibadah diterima tentu saja jauh berbeda jika dibanding
dengan syarat thaharah agar shalat diterima. Apabila seseorang shalat
dalam keadaan hadats dengan sengaja, maka terdapat perselisihan pendapat
di antara ulama tentang kafirnya orang ini. Akan tetapi, para ulama
tidak pernah berselisih pendapat tentang kafirnya orang yang beribadah
pada Allah dengan berbuat syirik kepada-Nya (yaitu syirik akbar) yang
dengan ini akan menjadikan tidak ada satu amalnya pun diterima. (Lihat
Syarhul Qawa’idil Arba’, Syaikh Sholeh Alu Syaikh)
Syirik Akbar Akan Menghapus Seluruh Amal
Ingatlah
saudaraku, seseorang bisa dinyatakan terhapus seluruh amalnya (kafir)
bukan hanya semata-mata dengan berpindah agama (alias: murtad). Akan
tetapi, seseorang bisa saja kafir dengan berbuat syirik yaitu syirik
akbar, walaupun dalam kehidupannya dia adalah orang yang rajin melakukan
shalat malam. Apabila dia melakukan satu syirik akbar saja, maka dia
bisa keluar dari agama ini dan amal-amal kebaikan yang dilakukannya akan
terhapus. Allah Ta’ala berfirman yang artinya, ”Seandainya mereka
mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah
mereka kerjakan.” (Al An’am: 88). Apabila dia tidak bertaubat darinya
maka diharamkan baginya surga, sebagaimana firman-Nya yang artinya,
”Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka
pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka,
tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolongpun.” (Al
Maidah: 72)
Contoh syirik akbar adalah melakukan tumbal berupa
sembelihan kepala kerbau, kemudian di-larung (dilabuhkan) di laut
selatan agar laut tersebut tidak ngamuk (yang kata pelaku syirik: tumbal
tersebut dipersembahkan kepada penguasa laut selatan yaitu jin Nyi Roro
Kidul). Padahal menyembelih merupakan salah satu aktivitas ibadah
karena di dalamnya terkandung unsur ibadah yaitu merendahkan diri dan
tunduk patuh. Allah Ta’ala berfirman yang artinya, ”Sesungguhnya
shalatku, sembelihanku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Rabb
semesta alam.” (Al An’am: 162).
Syirik Ashgar Dapat Menghapus Amal Ibadah
Jenis
syirik yang berada di bawah syirik akbar dan tidak mengeluarkan
pelakunya dari Islam adalah syirik ashgar (syirik kecil). Walaupun
dinamakan syirik kecil, akan tetapi tetap saja dosanya lebih besar dari
dosa besar seperti berzina dan mencuri. Salah satu contohnya adalah
riya’ yaitu memamerkan amal ibadah untuk mendapatkan pujian dari orang
lain. Dosa ini yang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat
khawatirkan akan menimpa para sahabat dan umatnya. Pada kenyataannya
banyak manusia yang terjerumus di dalam dosa syirik yang satu ini.
Banyak orang yang mengerjakan shalat dan membaca Al Qur’an ingin dipuji
dengan memperlihatkan ibadah yang mulia ini kepada orang lain. Tatkala
orang lain melihatnya, dia memperpanjang ruku’ dan sujudnya dan dia
memperbagus bacaannya dan menangis dengan dibuat-buat. Semua ini
dilakukan agar mendapat pujian dari orang lain, agar dianggap sebagai
ahli ibadah dan Qori’ (mahir membaca Al Qur’an).
Wahai saudaraku,
waspadalah terhadap jerat setan yang dapat membatalkan amal ibadahmu
ini!! Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya,
”Allah berfirman: Aku itu paling tidak butuh sekutu. Barangsiapa
melakukan suatu amalan lantas dia mencampurinya dengan berbuat syirik di
dalamnya dengan selain-Ku, maka Aku akan tinggalkan dia bersama amal
syiriknya itu.” (HR. Muslim). Apabila ibadah yang dilakukan murni karena
riya’, maka amal tersebut batal. Namun apabila riya’ tiba-tiba muncul
di pertengahan ibadah lalu pelakunya berusaha keras untuk
menghilangkannya, maka hal ini tidaklah membatalkan ibadahnya. Namun
apabila riya’ tersebut tidak dihilangkan, malah dinikmati, maka hal ini
dapat membatalkan amal ibadah.
Ya Allah bekalilah kami dengan tauhid dan jauhkan kami dari segala kesyirikan. (*)
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel www.remajaislam.com
0 komentar:
Posting Komentar